Cerpen: ELLA

ELLA

karya Gina Melani

Didalam hening lamunan ella merasuk seuah dendam yang ia rasa tak pernah bisa berbalas namun sudah terlalu banyak menumpuk dalam lubuk hatinya. Ia bukan dari keluarga miskin, apalagi dari keluarga kaya namun, betapa sialnya ia memiliki keluarga yang tak pernah memberinya nafas, tak pernah membiarkannya memilih. Antara baik dan benar hanya ada ditangan keluarganya. Ia hanya patuh pada apa yang telah diberikan keluarganya.

Mamah:” ELLA ELLA!”

Ella: “apalagi sih mah, cukup. Ella cape kasih ella kesempatan buat milih apa yang terbaik buat ella.”

Mamah:”lancang kamu bilang gitu ke mamah!”

Sang ibu menampar keras pipi manis ella hingga rambut panjangnya menutupi tangis air matanya. Ella betapa terpukul. Bingung pada 2 pilihan antara menerima perjodohannya dengan Guntur atau justru menolaknya dan memilih kabur dari istana besar yang membuat ella hanya merasa terpejara berada didalamnya.

Ella: “jika aku menolak perjodohan ini bagaimana dengan nasibku kedepannya, hidupku berantakan tanpa ibu, mau bagaimanapun aku yang sekarang ini adalah hasil dari jejrih payah ibu merawatku. Namun jika aku menerimya, aku sama sekali tak tahu dia. Aku tak tahu bagaimana sikapnya, tak tahu bagaimana parasnya, dan aku tak tahu bagaimana cara ia memperlakukan seorang wanita keras kepala sepertiku. aku takut nasih malang yang ibu terima dari perlakuan ayah justru dilakukan suamiku juga.”

Kepala ella penuh dengan tanda Tanya dikerumuni segala kecurigaan mengenai fikiran fikiran negatifnya tentang calon suaminya.

Ella: “apa aku harus ceritakan ini pada rendi, selama ini dia cukup baik mendengarkan segala hal yang berulang kali aku keluhkan kepadanya. Meskipun barang kali ia sudah muak mendengar ceritaku tentang ibu yang terlalu mengekangku, tapi mau bagaimana lagi? Cuma dia yang aku punya, meskipun ia tak nyata berada disampingku namun, kehanngatanya merespn kata kata ku seakan terasa sangat jelas.”

Ella lekas membuka sebuah aplikasi chat yang telah lama digunaknnya untuk melampiaskan segala marahnya yang tak pernah bisa ia lampiaskan pada apapun selain air mata dan berkeluh kesah pada rendi.

Ella: “ren.”

Rendi: “ya, kau butuh aku?”

Ella: “untuk apa aku kirimi kau pesan jika aku tak butuh kamu?”

Rendi: “iya maaf tuan putri, raja mu ini sedang bercanda, tak mungkinlah kau marah.”

Ella: “terserah kau saja.”

Rendi: “jadi ibumu kenapa?”

Ella: “kau sudah tau semuanya, aku lelah. Ibu tak pernah memmintaku memilih, tak pernha membiarkanku memilih. Aku tau ia punya traumanya sendiri sebab menentang orang tua nya dengan memilih lelaki bajingan seperti ayah. Taoi, apakah adil jika segala kekhawatirannya mengusikku, mengikatku bahkan merantaiku pada segala keputusan terbaiknya.”

Rendi: “aku tak akan memihak ibumu, aku juga setuju padamu. Namun, setinggi apapun kita, tak ada hak kita untuk melawan kehendak orang tua, aku tau dadamu sesak mendengar segala keputusan orang tua mu untuk kebaikanmu tapi tak melibatkanmu. Tetapi, apa kamu sudah mencoba mengobrolkan ini berdua dengan ibumu?”

Ella: “tak bisa aku tak pernah berhasil mengajaknya berunding. Sudah kubilang aku benar benar tak punya kesempatan memlih jalan hidupku sendiri!”

Rendi: “aku tak tahu apa masalahmu aku cukup bingung untuk membalas pesanmu, aku takut ketikanku merusak suasana hatimu yang sedang buruk.’’

Ella: “ibuku menjodohkanku pada lelaki yang bernama Guntur, aku tak tahu siapa lelaki itu. Aku sama sekali belum pernah melihat sosok lelaki itu, namun ibu selalu membangggakannya. Tapi apa peduliku? Saat orang tua ku memuji anak lain depan mata aku, irilah pasti hatiku.”

Rendi: “ini soal masa depanmu, apa mungkin orang tuamu tak peduli perasaanmu?”

Ella: “dia tak pernah peduli perasaanku.”

Rendi: “jika benar benar tak bisa dibicarakan lagi mungkin kau bisa mencoba mecurahkan isi hatimu pada tuhanmu. Istikharah cara terbaik memilih sesuatu dengan segala petunjuk-Nya untuk hal yang terbaik bagi kita.”

Ella: “apa tuhan akan membiarkanku menolak permintaan orang tuaku jika itu buruk?”

Rendi: “Allah bia memberimu segala yang kau mau.’’

Ella: “kalau aku mau kamu, apa Allah akan memberiku itu?’’

Rendi: “bahkan kau saja belum bertemu aku.’’

Ella: “aku Cuma bercanda, yasudah aku istikharah dulu, aku tau panduannya ada di goglen internet itu serba tau”.

Rendi: “yasudah aku mau matikah dulu ponselku, ibuku memintaku bicara berdua.’’

Ella: “oke!”

Sehabis mematikan polsenya rendi langsung menemui sang ibu yang telah duduk manis menunggunya di ruang televise. Betapa terkejutnya rendi saat ia dimintai melamar anak wanita seorang teman ibunya sebab permintaan sang ibu wanita yang divonis kanker getah bening oleh dokter.

Namanya bukan Rendi, ia Guntur. Rendi hanya nama akun media sosialnya. Ia tak pernah mau menggunakan namanya untuk akunnya sendiri yang dibuat khusus untuk mempublikasikan karya karya puisi milknya.

Guntr: “bu aku bukan tak mau tapi menikah bukan persoalan mudah, bukan jalan dari kemalangan teman ibu”.

Ibu: “ia pernah menyelamatkan nyawa ibu dari kecelakaan besar, tak mungkin ibu membiarkan anaknya hidup sendiri nanti apalagi kata dokter, umurnya takan lama lagi.’’

Dengan segala kebingungan ia mencoba mengiyakan permintaan sang ibu.

Guntur: “yasudah, biarkan aku istikharah dulu, nanti aku akan beri tahu ibu bagaimana keputusanku.”

Sang ibu mengangguk senang mengiyakan permintaan rendi untuk mempertimabngkan dulu keputusan sang ibu.

Keesokan harinya dipagi hari.

Guntur: “ibu belum siap siap? Ayo sekarang.”

Ibu:” bagaimana istikharahmu?”

Guntur: “Allah menghendaki keputusa ibu.”

Ibu: “yasudah ayo berngkat.”

Meskipun Rendi tak tahu seperti apa calon istrinya nannti namun ia tampak senang. Ia juga tak tahu mengapa menjadi seperti ini.

Sementara itu Ella dirumah tampak gelisah mempersiapkan segala hal tentang pertunangannya ia tak tahu bahwa calon suaminya kelak adalah Guntur seseorang yang selama ini ia kenal sebagai Rendi.

Sesampainya Guntur didepan rumah ella ia tampak tercengang melihat istana megah milik Ella.

Ibu: “ayo masuk!”

Rendi mengangguk mengiyakan permintaan sang ibu.

Mamah: “haii bagaimana kabarmu?”

Ibu: “baik, bagaimana denganmu?”

Sang mamah hanya diam memmbalas perkataan ibu hanya dengan senyum lebar.

Ibu: “ini Guntur, anakku semoga berjodoh ya dengan ella.”

Guntur lekas bersalaman dan duduk menghadap ella mereka berdua masih belum tahu kalau mereka berdua sudah sejak lama menginginkan hal ini terjadi.

Ditengah keramaian dengan usaha ella menolak perjodohan ini ia mencoba menelfon rendi namun alangkah terkejutnya saat handphone yang bordering adalah handphone milik Guntur.

Ella: “KAU RENDI?!”

Guntur: “kau ella?”

Mamah: “syukurlah kalau kalian sudah saling mengenal, jadi kau Cuma pura pura ya kemarin?”

Wajah ibu menggoda Ella yang malu malu mengakui kedekatannya dengan Guntur. Sekarang Ella sadar takdir Allah selalu indah. Ia selalu punya cara menarik mempertemukan sepasang hambanya dengan hal yang tak pernah sama sekali terbayang dalam benaknya.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hindia-Belanda abad 18: karma dan cinta, dari sebuah novel Tanah Bangsawan.

Webtoon "Wee!!": Kisah Seru Karya Kreator Indonesia yang Menghibur dan Menginspirasi!

Webtoon 'Dedes': Petualangan Magis Gadis Bernama Dedes yang Menggemparkan Dunia Komik Digital